Dan barangsiapa berpaling dari adz-Dzikr-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha, 20:124)

Sikap Rasulullah SAW dan Para Sahabatnya Terhadap Al-Quran

Di dalam kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an Ustadz Dr. Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan sikap Nabi Muhammad SAW dan kecintaan beliau kepada Al-Qur’an sebagai berikut : Adalah Rasulullah SAW itu sangat mencintai wahyu, beliau senantiasa menunggu-nunggu datangnya ayat-ayat Allah SWT dengan penuh kerinduan. Sehingga jika turun suatu ayat, maka tidak terasa bibirnya yang mulia itu segera bergerak-gerak menirukan ucapan Jibril as sebelum wahyu itu selesai dibacakan. Sehingga Allah SWT menurunkan ayat yang menjamin Nabi SAW akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau SAW agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tersebut selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyamah, 17-18).

Hal ini begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat ra dan para salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap ayat-ayat al-Qur’an, dan menjadikannya perintah harian dari Rabb-nya, sebagaimana perkataan salah seorang sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra :

Demi DZAT yang tidak ada Ilah kecuali Dia, tidak ada satupun surah al-Qur’an yang turun kecuali aku mengetahui di mana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tidaklah satu ayatpun dari Kitabullah yang diturunkan kecuali aku mengetahui tentang apa ayat itu turun dan bila ayat itu turun.”

Perhatian para sahabat dan salafus shalih yang luarbiasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan kerana pada waktu itu tidak ada peradaban lain yang maju dan modern (kerana pada waktu itu dunia telah dikuasai oleh dua super power dengan segala khazanah peradabannya, iaitu Byzantium di Barat dan Kisra di Timur), tetapifocusing tersebut sengaja dilakukan oleh Rasulullah SAW agar membersihkan jiwa, pola pikir dan kehidupan para sahabat ra, kerana proses kebangkitan sebuah generasi akan sangat tergantung pada apa yang menjadi dasar kebangkitan tersebut. Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar ra, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti-ganti untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu :

Buanglah itu! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tidak halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi.”

Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :

1. Membaca dengan benar, mengimani ayat2nya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).

2. Mencurahkan perhatian yg besar untuk membaca dan mempelajari kandunganal-Qur’an, yang sangat jauh berbeza dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk Pemilik dan Penciptanya, yang jangankan memahaminya, membacanya pun seolah tak ada waktu. Maha Benar Allah dengan firman-Nya : “Pada hari di mana berkatalah Rasul : Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).

Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan al-Qur’an dalam ayat ini iaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yang ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

3. Menjadikan al-Qur’an sebagai standard kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:

Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lalu di masjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku khabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah anda mengetahui orang-orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya? Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana. Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah? Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Kerana di dalamnya terdapat khabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yang lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan Allah, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan Allah, dia adalah tali Allah yang sangat kukuh, cahaya-Nya yang terang benderang, peringatan-Nya yang paling bijaksana, jalan-Nya yang paling lurus. Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan dapat dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henit jin yang mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar al-Qur’an yang menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu, barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah ke jalannya akan diberi hidayah ke jalan yang lurus. Amalkan ini wahai A’war.. (HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)

Keadaan Ummat Terdahulu (Orang-orang Kafir) terhadap Kitab-kitab Mereka

Marilah kita bercermin pada profil ummat-ummat terdahulu terhadap kitab-kitab mereka dan marilah kita bandingkan dengan keadaan kita masing-masing, agar kita tidak tersesat sebagaimana mereka dahulu telah tersesat dari jalan Allah SWT. Adapun keadaan mereka ada seperti berikut:

1. Ummi (bodoh tidak dapat membaca dan memahaminya)

Dan diantara mereka ada orang-orang yang ummi, tidak mengetahui isi Taurat, kecuali cerita-cerita dari orang-orang lain saja dan mereka hanya menduga-duga saja.” (QS. al-Baqarah : 78)

2. Beriman secara parsial (sebahagian-sebahagian)

Apakah kalian beriman pada sebahagian Taurat dan ingkar kepada sebahagian yang lain.” (QS al-Baqarah : 85)

3. Berusaha untuk berpaling dari al-Qur’an kepada selainnya

Dan sesungguhnya mereka hampir-hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat selain al-Qur’an secara bohong terhadap Kami, dan kalau sudah demikian tentulah mereka mengambilmu sebagai sahabat setia …” (QS al-Isra : 73)

4. Sengaja menghindar dari pengaruh al-Qur’an

Dan orang-orang kafir berkata : Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkannya.” (QS Fushshilat : 26)

5. Cinta dunia dan takut mati

Sekali-kali janganlah begitu! Sebenarnya kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan lari dari akhirat.” (QS al-Qiyamah : 20-21)

Rujukan : Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Syaikh Manna’ Khalil al-Qaththan